Laporan Meeting dengan Mr Vitali Antiukhin – Frangipani Family Group

Hari/tanggal: Rabu , 12 Februari 2025
Waktu: 13.00 – 15.00 WIB
Tempat: Ruang Rapat Lantai 10 Gedung Menara Merdeka

Pimpinan rapat: Deputi Bidang Industri dan Investasi

Dihadiri oleh:

  1. Ibu Rizki Handayani, Deputi Bidang Industri dan Investasi
  2. Bapak Vitalii Antiukhin, Director of Sumbawa Project
  3. Bapak Aleksandr Ilyin, CEO Asai Village Bali
  4. Bapak Andrey Khozov, CEO Oceaniq
  5. Bapak Zheldy Riandy, Head of Legal Sumbawa Project
  6. Ibu Eva, Ketua Pokja Promosi Asdep Manajemen Investasi
  7. Ibu Sarah, Ketua Pokja Strategi dan Kebijakan Asdep Manajemen Investasi
  8. Perwakilan Asdep Manajamen Investasi

Tujuan rapat: pembahasan terkait perizinan berusaha vila

Poin pembahasan:

  1. Terdapat isu terkait praktek usaha penyewaan vila oleh orang asing/perusahaan PMA yang sering terjadi di Bali. Secara regulasi, sesuai Lampiran II Perpres 49 tahun 2021, usaha vila dengan kode KBLI 55193 merupakan salah satu usaha yang dikhususkan untuk PMDN sehingga tidak dimungkinkan untuk dimiliki dan dioperasikan oleh orang asing/perusahaan PMA. Praktek usaha ini sebenarnya juga dianggap menjadi salah satu kebocoran pajak, dimana para pemilik properti, terutama orang asing, tidak membayarkan pajak sesuai kewajibannya.
  2. Pak Vitalii dan tim saat ini sedang mengembangkan beberapa projek di Bali dan di Sumbawa. salah satunya adalah Oceaniq Villa di Nusa Penida. Setelah berkomunikasi dengan beberapa pihak, izin usaha yang disarankan adalah usaha Real Estat yang dimiliki sendiri atau disewakan (kode KBLI 68111). Namun bisnis yang sebenarnya ingin dikembangkan adalah penyewaan akomodasi mewah (luxury villa). Pada kesempatan ini, Pak Vitalii meminta rekomendasi dari Kementerian Pariwisata jenis KBLI mana yang paling tepat sehingga nantinya tidak menghadapi kendala dalam proses perizinan dan operasionalisasi proyek.
  3. Dalam kesempatan ini Deputi Bidang Industri dan Investasi menyampaikan bahwa KBLI 68111 merupakan KBLI dibawah kewenangan Kementerian PUPR, sehingga Kementerian Pariwisata tidak dapat memberikan rekomendasi apapun karena tidak memiliki wewenang. Namun apabila usaha itu bertujuan untuk pariwisata (penyewaan akomodasi) maka Deputi Bidang Industri dan Investasi menyarankan perizinan yang diajukan adalah KBLI pariwisata dimana dalam hal ini yang sesuai dengan model usahanya adalah KBLI 55110 Hotel Bintang dan KBLI 68120 Kawasan Pariwisata, sehingga nantinya praktek bisnis tidak menyalahi aturan.
  4. Pada kesempatan yang sama, Pak Vitalii mengklarifikasi bahwa untuk dapat menggunakan jenis usaha kawasan pariwisata (KBLI 68120) maka dibutuhkan luasan wilayah minimal 100 Ha. Terkait hal ini Pak Vitalii memberikan masukan untuk Kementerian Pariwisata mempertimbangkan luasan ini karena untuk beberapa wilayah luasan ini tidak dimungkinkan. Terkait dengan perspektif vila yang dimaksudkan oleh Pak Vitalii memang berbeda dengan definis jenis usaha vila yang dimaksudkan oleh peraturan. Oleh karena itu pihak Pak Vitalii akan berkordinasi lebih lanjut dengan tim Manajemen Investasi mengenai hal ini untuk mendapatkan jenis KBLI yang tepat untuk izin usaha yang akan diajukan.
  5. Pak Vitalii dan tim juga menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan beberapa kekhawatiran terkait implementasi investasi di sektor pariwisata Indonesia, terutama terkait kejelasan regulasi dan panjangnya birokrasi di Indonesia. Hal ini dianggap menimbulkan keengganan investor untuk melakukan lebih banyak proyek investasi di Indonesia. Selain itu beberapa proses perizinan pasca adanya OSS juga dianggap memperpanjang waktu perizinan, yang tadinya hanya membutuhkan 2 tahun menjadi 3-4 tahun.

Tindaklanjut:

  1. Akan mengadakan rapat dengan Kementerian PUPR dan BKPM untuk menindaklanjuti isu ini agar kewenangan terkait usaha ini akan lebih jelas dan terukur.
  2. Akan mengadakan rapat dengan Investor usaha terkait yang berada di Bali, Pemerintah Daerah setempat dan Asosiasi Usaha pariwisata terkait untuk membahas isu yang berkembang dan mencari solusi yang dapat ditemukan.
  3. Memberikan rekomendasi terkait revisi persyaratan minimal lahan tidak lagi 100 hektar melainkan 50 hektar sebagai syarat untuk KBLI 68120 Kawasan Pariwisata agar mempermudah pelaku usaha untuk mengajukan perizinan berusaha ini.